Menikah ya tinggal Nikah !

 






Halo yeorobun, kali ini aku akan bercerita mengenai ikatan pernikahan. Sebelumnya sungkem dulu sama ayah-bunda yang langgeng sampe belasan bahkan puluhan tahun. Pastinya yang akan aku tuliskan tidak seberapa dengan pengalaman dan pembelajaran yang sudah dilewati ayah-bunda. Tapi kami sebagai muda-mudi yang single/jomblo yang umurnya sudah tidak muda lagi sepertinya harus lebih ekstra untuk belajar mengenai pernikahan sebelum benar-benar menjalaninya. Karena pada kenyataannya, menjalani pernikahan jaman sekarang sudah sangat berbeda dengan pernikahan yang pernah dijalani para orang tua dulunya.

Rasa-rasanya kita kembali terlempar ke masa lalu, dimana rata-rata perempuan menikah di usia yang sangat muda. Bedanya saat ini, yang usianya muda bukan lagi di pihak perempuan saja tetapi juga dari pihak laki-laki sehingga kita ngetrend dengan istilah ‘menikah muda’. Ada yang selesai pendidikan langsung menikah, bahkan ada yang sedang mengenyam pendidikan pun memutuskan menikah. Yang disuguhkan media sosial juga tak kalah trending, segala hal yang berkaitan dengan romantisme pasangan menikah muda sering kali diumbar dan membuat jomblo-jomblowati ikut iri dengki untuk segera merasakan kasih sayang dari pasangan halal. Jadi, jangan heran jika angka menikah muda semakin hari pun semakin meningkat.

Untuk hal ini mari kita abaikan sejenak hukum agama yang sering kali diperjualbelikan untuk trend menikah muda ini, walau kita tau trend ini tidak jauh-jauh dari isu agama.

Namun adakah yang salah? Salahkan menikah muda?

Jelas tidak ada yang salah jika angka perceraian juga tidak ikut meningkat! Karena faktanya trend menikah muda juga diikuti oleh trend ‘Cerai Muda’ .

Lantas dimana kesalahannya?

Aku sedang tidak ingin mencari-cari kesalahan, tidak ingin mengulik kenapa angka cerai muda menjadi sangat meningkat dan sangat mengkhawatirkan. Mungkin ada baiknya kita bercerita tentang ikatan pernikahan saja. Bagaimana seharusnya pandangan tentang pernikahan dapat menjadi alasan kuat untuk menikah, bagaimana membangun pondasi dasar untuk menguatkan rumah tangga ketika cobaan-cobaan pernikahan bukan lagi perihal sudah tidak saling cinta.

Ah tapi, aku juga bukan ingin memberikan solusi-solusi agar rumah tangga harmonis, BUKAN! Aku hanya ingin menuliskan pendapatku, bercerita dengan santai untuk hal yang seharusnya di tanggapi dengan serius sambil menikmati ice coffe dan beberapa cookies.

So, Here we go...

Aku kerap kali mendapatkan pertanyaan seperti ini “Menurut mu pernikahan itu seperti apa sih?” karena rasanya semakin tua, pandangan tentang pernikahan jadi semakin tidak sederhana. Dan jawaban ku selalu sama.   

1.  Menikah itu seperti sedang mengikuti lomba ‘lari kaki tiga’

Bagi ku, analogi pernikahan itu seperti mengikuti lomba kaki tiga dimana sebelah kaki diikat bersamaan sementara kaki lainnya bebas. Kaki yang terikat mempunyai arti itulah ikatan pernikahan,kehidupan berumah tangga, dan kehidupan berkeluarga,  sementara kaki lainnya berada bebas yang berarti itulah hidup dan ruang untuk diri masing-masing. Kita akan melangkah bersama  dan saling menyeimbangkan untuk bisa maju selangkah demi selangkah. Sementara yang kita tuju adalah visi dan misi dalam pernikahan itu sendiri yang kita tentukan bersama. Goals pernikahan yang ingin kita capai dan passion masing-masing akan berjalan bersamaan sejalan dengan kehidupan bersama. Hanya saja prioritas kita sudah pada hubungan pernikahan, karena dalam lomba kaki tiga, yang menjadi tumpuan utama adalah kaki yang saling terikat.

Kita adalah Team, bersama saling merengkuh dan berpegangan tangan untuk saling menguatkan. Jika ada salah satu yang goyah, yang lain akan menggenggam lebih erat supaya tidak jatuh. Karena kalau jatuh, maka akan jatuh bersamaan. Kita adalah Team, di dunia ini kita adalah pasangan yang sedang mengikuti lomba tersebut. Jutaan orang lainnya juga sama, mereka juga saling berlomba untuk menuju visi misi mereka. Fokus pada pasangan masing-masing untuk terus melangkah, berjalan dan menguatkan. Jika lelah, kita akan berhenti, berhenti dengan ketiga kaki kita. Kaki ku yang bebas tidak akan mungkin mampu melangkah maju jika kaki yang terikat tetap berada ditempat atau bahkan sebaliknya, langkah kita tidak akan sampai ke titik selanjutnya jika kaki yang lainnya yang artinya diri kamu sendiri atau jati diri kamu mati.. 


 

 


 2. Tujuan, Visi-Misi, Prinsip dan Nilai dari sebuah pernikahan

Jika nikah hanya sekedar menikah, hari ini juga bisa langsung menikah, bukan?

Jika menikah hanya setahun dua tahun, sudah pasti semua orang memilih menikah lebih cepat, setelahnya berpisah. Nyatanya, ikatan pernikahan lebih sakral dari pada yang pernah di bayangkan. Semua orang mempersiapkan pernikahan dari mulai presiapan mental, persiapan fisik, persiapan finansial, persiapapan semua rangkaian acara mulai dari acara lamaran, siraman, pengajian, antar linto (pesta), antar dara baroe (ngunduh mantu) sampai ke honeymoon. Belum lagi tetek bengek seperti pendaftaran pernikahan, kelengkapan administrasi, dll. 

 Panjang kan proses nya? capek, apa lagi kalau mengurus nya sendiri.

Tapi pernikahan bukan untuk diri sendiri, tapi untuk berdua, untuk berpasangan, untuk dilewati bersama. Kalau sudah paham artinya berdua, paham juga artinya ada hal-hal yang harus dibicarakan terkait dengan prinsip hidup berdua, tujuan hidup berdua, cita-cita hidup berdua dalam berumah tangga, serta nilai-nilai dari pernikahan yang menjadi tolak ukur keberhasilah hidup berumah tangga.

Ada baiknya, hal-hal yang menjadi dasar dan pondasi pernikahan ini di komunikasikan dengan baik sebelum pernikahan. Kalau perlu buat prenuptial agreement, maka buatlah.

Menurutku ini hal yang paling penting ketika memutuskan menikahi seseorang. Pernikahan harus punya arah tujuan selain hanya sekedar pernyataan ‘sakinah, mawaddah dan warahmah’. Ada nilai-nilai yang ditanamkan dalam berumah tangga yang nantinya akan mengarahkan nahkoda untuk mencapai tujuan dan cita-cita dalam berumah tangga

3. Cinta adalah komitmen dan tanggung jawab  

Lantas bagaimana dengan cinta? Yang katanya menjadi dasar keyakinan untuk hidup bersama.

Ya aku setuju, pernikahan itu didasarkan oleh cinta. Jika berbicara cinta terlalu rumit untuk di jelaskan minimal sekali kamu punya rasa spesial dengan pasangan mu. Ini penting untuk dapat menghargai pasangan kamu di kemudian hari sebagai pasangan hidup mu juga menghindari dari perlakuan yang semena-mena.

Tapi lagi-lagi, cinta bukan lagi perihal hal yang menye-menye untuk hidup berumah tangga. Memaknai cinta secara dewasa dan bijak adalah hal yang penting, cinta mungkin akan di refleksikan dalam bentuk tanggung jawab, komitmen, komunikasi yang baik, menjadi prioritas, sebuah pembelajaran untuk menekan ego, mau sama-sama belajar dan berjuang untuk memberikan yang terbaik dalam hubungan rumah tangga.

Tapi tidak dapat dipungkiri, terkadang laki-laki atau perempuan pasti ingin merasa dicintai, di perhatikan, disayang-sayang, gak ada yang salah kok, hanya saja jangan sampai menuntut, memaksa sampai mengekang. Ada baik nya kamu mengenal love language pasangan mu. Mengenal bagaimana menyenangkan pasangan dari hal-hal kecil yang sederhana. 

 4. Huru-hara pernikahan yang melelahkan

Tidak dapat dipungkiri, tidak selamanya kehidupan rumah tangga baik-baik saja. Ada banyak sekali permasalahan yang muncul entah itu dari pribadi masing-masing, dari keluarga, teman orang yang bahkan tidak dikenal, atau bahkan kondisi tertentu.

Kamu akan habis tenaga untuk saling meneriaki satu sama lain, untuk saling menghancurkan seisi rumah, untuk saling menuding kesalahan, untuk saling melepaskan amarah dan tangis. Rasanya dunia seolah hancur dan berantakan, jiwa mu seperti kapas yang berterbangan, rasanya tidak ada lagi masa depan, seolah waktu berhenti di hari ini.

Rasanya tidak ada lagi pengharapan yang dapat dipertahankan kecuali diri mu sendiri, tidak ada lagi solusi, rasanya satu-satunya pilihan adalah perpisahan.

Bagaimana kamu akan menghadapi hal ini?

Aku hanya ingin bertanya, supaya kita sama-sama mempersiapkan diri ketika kemungkinan huru hara seperti ini terjadi didalam pernikahan.

Kita perlu jeda dan jarak. Setelah semua amarah terlampiaskan, kita perlu ruang untuk sendiri agar berpikir dan memikirkan ulang secara objektif. Jika masing-masing diri sudah tenang, kita perlu berbicara dan saling mendengarkan, kita perlu solusi.

Dalam proses ini, mungkin masing-masing harus sadar apa yang diinginkan. Terkadang memang harus sangat menekan ego dan gengsi untuk mengakui kesalahan.

Jika pada akhirnya masing-masing saling menerima, harus ada perubahan-perubahan yang disetujui bersama, harus ada perbaikan-perbaikan untuk masa depan dan ada konsekuensi yang harus di pertanggungjawabkan.

Setelah masing-masing menerima dan memaafkan, maka saatnya kembali memulai dari awal.  

5. Komunikasi dan saling bercerita

Komunikasi ini sangat-sangat penting. Karena komunikasi yang buruk sangat menghancurkan. Kamu harus terbiasa menyampaikan apa yang kamu inginkan, apa yang kamu rasakan, apa yang mengganjal, apa yang tidak kamu senangi. Tapi gunakanlah perkataan yang baik yang tidak menyinggung dan menyakiti pasangan. Saling bercerita satu sama lain juga sangat dibutuhkan, berbagi beban dan berbagi rahasia. Cerita apapun yang sepatutnya dan seharusnya pasangan ketahui, hal ini juga untuk menghindari kesalahpahaman yang berakibat fatal di kemudian hari. Masing-masing harus saling terbuka untuk sebuah hubungan yang baik dan harmonis.

Selain itu juga, ada hal-hal yang harus dibicakan terkait prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang harus ada didalam pernikahan dan ini harus disetujui bersama. Selan itu hal-hal yang menyangkut kebutuhan pokok, finansial, asuransi kesehatan, tabungan pendidikan anak, tempat tinggal setelah menikah, parenting dll.

Sederhananya untuk hal mau punya anak berapa, kalau tidak memiliki anak bagaimana, , bagaimana peran dalam pengasuhan dan mendidik anak, boleh tidak istri bekerja, pembagian pekerjaan rumah tangga, segala hal harus di komunikasikan dan dibicarakan dengan baik bersama pasangan.

Oh ya, jangan lupakan untuk saling bertukar kabar. Sederhana tapi sangat penting.

 6. Mengenali pasangan dengan baik

Menikah itu perlu pasangannya ya yeoroubun. Laki-laki berpasangan dengan wanita dan wanita berpasangan dengan laki-laki. Indah bukan? Tuhan jelas menciptakan dua jenis kelamin manusia untuk bisa saling berpasangan dan untuk bisa menghadirkan keturunan/penerus. Secara sadar, kita jelas tau jenis kelamin saja berbeda, cara berpakaian pun berbeda,  jelas cara berpikir, dan segala halnya pun sudah pasti berbeda. Bagaimana perbedaan-perbedaan ini dapat dilakukan penyesuaian, dapat dibicarakan, dapat di terima.

Dan dalam memilih pasangan, kamu juga harus punya bare minimum bukan berarti harus pilih-pilih pasangan, tapi setidaknya tolak ukur dalam memilih pasangan ini akan menghindari kamu dari ekpektasi yang terlalu tinggi terhadap pasangan mu. 

Kamu harus benar-benar mengenal pasangan mu baik secara fisik, sikap, sifat, pembawaan, karakter, kepintaran, emosional, dll

Semandiri apapun wanita, seorang suami pun ingin istrinya bergantung padanya, untuk menyelesaikan hal-hal sepele ataupun besar, terutama di rumah. Misalnya membenarkan kran yang rusak atau kompor yang tidak mau menyala. Seorang suami ingin dapat diandalkan, ingin berguna dan ingin istri juga bergantung padanya agar tidak melukai egonya.

Dan untuk seorang istri, semandiri apapun, sepintar apapun, memiliki pendidikan yang tinggi atau memiliki karir yang bagus tetap ingin pasangannya memperhatikannya, tetap akan membutuhkan perhatian sang suami agar ia tetap merasa dicintai. 

Oke deh, mungkin itu dulu untuk pembahasan pernikahan ini.. sampai bertemu di tulisan selanjutnya dengan pembahasan lainnya ya yeorobun :)


Komentar

  1. Selamat hari kemerdekaan, 17 Agustus. Baidewe itu cerita Arara di Karyakarsa penasaran untuk dilanjutkan.
    Tulisan lu di sini dan di sana, bagus-bagus lho.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo bg Broe :) Thank you ya udah baca hehe

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karena mu Nona jatuh cinta, Tuan! (part 1)

#HariBercerita Gagal Berenang di Mata Ie