Menikah ya tinggal Nikah !
Rasa-rasanya
kita kembali terlempar ke masa lalu, dimana rata-rata perempuan menikah di usia
yang sangat muda. Bedanya saat ini, yang usianya muda bukan lagi di pihak
perempuan saja tetapi juga dari pihak laki-laki sehingga kita ngetrend dengan istilah ‘menikah muda’. Ada
yang selesai pendidikan langsung menikah, bahkan ada yang sedang mengenyam pendidikan
pun memutuskan menikah. Yang disuguhkan media sosial juga tak kalah trending, segala hal yang berkaitan
dengan romantisme pasangan menikah muda sering kali diumbar dan membuat
jomblo-jomblowati ikut iri dengki untuk segera merasakan kasih sayang dari
pasangan halal. Jadi, jangan heran jika angka menikah muda semakin hari pun
semakin meningkat.
Untuk hal ini
mari kita abaikan sejenak hukum agama yang sering kali diperjualbelikan untuk trend menikah muda ini, walau kita tau trend ini tidak jauh-jauh dari isu
agama.
Namun adakah
yang salah? Salahkan menikah muda?
Jelas tidak ada
yang salah jika angka perceraian juga tidak ikut meningkat! Karena faktanya trend menikah muda juga diikuti oleh trend ‘Cerai Muda’ .
Lantas dimana
kesalahannya?
Aku sedang tidak
ingin mencari-cari kesalahan, tidak ingin mengulik kenapa angka cerai muda
menjadi sangat meningkat dan sangat mengkhawatirkan. Mungkin ada baiknya kita
bercerita tentang ikatan pernikahan saja. Bagaimana seharusnya pandangan
tentang pernikahan dapat menjadi alasan kuat untuk menikah, bagaimana membangun
pondasi dasar untuk menguatkan rumah tangga ketika cobaan-cobaan pernikahan
bukan lagi perihal sudah tidak saling cinta.
Ah tapi, aku
juga bukan ingin memberikan solusi-solusi agar rumah tangga harmonis, BUKAN! Aku
hanya ingin menuliskan pendapatku, bercerita dengan santai untuk hal yang
seharusnya di tanggapi dengan serius sambil menikmati ice coffe dan beberapa
cookies.
So, Here we go...
Aku kerap kali mendapatkan pertanyaan seperti ini “Menurut mu pernikahan itu seperti apa sih?” karena rasanya semakin tua, pandangan tentang pernikahan jadi semakin tidak sederhana. Dan jawaban ku selalu sama.
1. Menikah itu seperti sedang mengikuti lomba ‘lari kaki tiga’
Bagi ku, analogi
pernikahan itu seperti mengikuti lomba kaki
tiga dimana sebelah kaki diikat bersamaan sementara kaki
lainnya bebas. Kaki yang terikat mempunyai arti itulah ikatan pernikahan,kehidupan berumah tangga, dan kehidupan berkeluarga, sementara kaki lainnya berada bebas yang
berarti itulah hidup dan ruang untuk diri masing-masing.
Kita akan melangkah bersama dan saling
menyeimbangkan untuk bisa maju selangkah demi selangkah. Sementara yang kita
tuju adalah visi dan misi dalam pernikahan itu sendiri yang kita tentukan
bersama. Goals pernikahan yang ingin
kita capai dan passion masing-masing
akan berjalan bersamaan sejalan dengan kehidupan bersama. Hanya saja prioritas
kita sudah pada hubungan pernikahan, karena dalam lomba kaki tiga, yang menjadi
tumpuan utama adalah kaki yang saling terikat.
Kita adalah Team, bersama saling merengkuh dan berpegangan
tangan untuk saling menguatkan. Jika ada salah satu yang goyah, yang lain akan
menggenggam lebih erat supaya tidak jatuh. Karena kalau jatuh, maka akan jatuh
bersamaan. Kita adalah Team, di dunia
ini kita adalah pasangan yang sedang mengikuti lomba tersebut. Jutaan orang
lainnya juga sama, mereka juga saling berlomba untuk menuju visi misi mereka.
Fokus pada pasangan masing-masing untuk terus melangkah, berjalan dan
menguatkan. Jika lelah, kita akan berhenti, berhenti dengan ketiga kaki kita.
Kaki ku yang bebas tidak akan mungkin mampu melangkah maju jika kaki yang
terikat tetap berada ditempat atau bahkan sebaliknya, langkah kita tidak akan
sampai ke titik selanjutnya jika kaki yang lainnya yang artinya diri kamu
sendiri atau jati diri kamu mati..
Jika nikah hanya sekedar menikah, hari ini juga bisa
langsung menikah, bukan?
Jika menikah hanya setahun dua tahun, sudah pasti
semua orang memilih menikah lebih cepat, setelahnya berpisah. Nyatanya, ikatan
pernikahan lebih sakral dari pada yang pernah di bayangkan. Semua orang
mempersiapkan pernikahan dari mulai presiapan mental, persiapan fisik,
persiapan finansial, persiapapan semua rangkaian acara mulai dari acara
lamaran, siraman, pengajian, antar linto (pesta), antar dara baroe (ngunduh
mantu) sampai ke honeymoon. Belum
lagi tetek bengek seperti pendaftaran pernikahan, kelengkapan administrasi,
dll.
Tapi pernikahan bukan untuk diri sendiri, tapi untuk
berdua, untuk berpasangan, untuk dilewati bersama. Kalau sudah paham artinya
berdua, paham juga artinya ada hal-hal yang harus dibicarakan terkait dengan
prinsip hidup berdua, tujuan hidup berdua, cita-cita hidup berdua dalam berumah
tangga, serta nilai-nilai dari pernikahan yang menjadi tolak ukur keberhasilah
hidup berumah tangga.
Ada baiknya, hal-hal yang menjadi dasar dan pondasi
pernikahan ini di komunikasikan dengan baik sebelum pernikahan. Kalau perlu
buat prenuptial agreement, maka
buatlah.
Menurutku ini hal yang paling penting ketika memutuskan menikahi seseorang. Pernikahan harus punya arah tujuan selain hanya sekedar pernyataan ‘sakinah, mawaddah dan warahmah’. Ada nilai-nilai yang ditanamkan dalam berumah tangga yang nantinya akan mengarahkan nahkoda untuk mencapai tujuan dan cita-cita dalam berumah tangga
3. Cinta adalah komitmen dan tanggung jawab
Lantas bagaimana dengan cinta? Yang katanya menjadi
dasar keyakinan untuk hidup bersama.
Ya aku setuju, pernikahan itu didasarkan oleh cinta.
Jika berbicara cinta terlalu rumit untuk di jelaskan minimal sekali kamu punya
rasa spesial dengan pasangan mu. Ini penting untuk dapat menghargai pasangan
kamu di kemudian hari sebagai pasangan hidup mu juga menghindari dari perlakuan
yang semena-mena.
Tapi lagi-lagi, cinta bukan lagi perihal hal yang
menye-menye untuk hidup berumah tangga. Memaknai cinta secara dewasa dan bijak
adalah hal yang penting, cinta mungkin akan di refleksikan dalam bentuk
tanggung jawab, komitmen, komunikasi yang baik, menjadi prioritas, sebuah
pembelajaran untuk menekan ego, mau sama-sama belajar dan berjuang untuk
memberikan yang terbaik dalam hubungan rumah tangga.
Tapi tidak dapat dipungkiri, terkadang laki-laki atau
perempuan pasti ingin merasa dicintai, di perhatikan, disayang-sayang, gak ada
yang salah kok, hanya saja jangan sampai menuntut, memaksa sampai mengekang.
Ada baik nya kamu mengenal love language pasangan mu. Mengenal bagaimana
menyenangkan pasangan dari hal-hal kecil yang sederhana.
Tidak dapat dipungkiri,
tidak selamanya kehidupan rumah tangga baik-baik saja. Ada banyak sekali
permasalahan yang muncul entah itu dari pribadi masing-masing, dari keluarga,
teman orang yang bahkan tidak dikenal, atau bahkan kondisi tertentu.
Kamu akan habis tenaga
untuk saling meneriaki satu sama lain, untuk saling menghancurkan seisi rumah,
untuk saling menuding kesalahan, untuk saling melepaskan amarah dan tangis.
Rasanya dunia seolah hancur dan berantakan, jiwa mu seperti kapas yang
berterbangan, rasanya tidak ada lagi masa depan, seolah waktu berhenti di hari
ini.
Rasanya tidak ada lagi pengharapan yang dapat
dipertahankan kecuali diri mu sendiri, tidak ada lagi solusi, rasanya
satu-satunya pilihan adalah perpisahan.
Bagaimana kamu akan menghadapi hal ini?
Aku hanya ingin bertanya, supaya kita sama-sama
mempersiapkan diri ketika kemungkinan huru hara seperti ini terjadi didalam
pernikahan.
Kita perlu jeda dan jarak. Setelah semua amarah
terlampiaskan, kita perlu ruang untuk sendiri agar berpikir dan memikirkan
ulang secara objektif. Jika masing-masing diri sudah tenang, kita perlu
berbicara dan saling mendengarkan, kita perlu solusi.
Dalam proses ini, mungkin masing-masing harus sadar
apa yang diinginkan. Terkadang memang harus sangat menekan ego dan gengsi untuk
mengakui kesalahan.
Jika pada akhirnya masing-masing saling menerima,
harus ada perubahan-perubahan yang disetujui bersama, harus ada
perbaikan-perbaikan untuk masa depan dan ada konsekuensi yang harus di
pertanggungjawabkan.
Setelah masing-masing menerima dan memaafkan, maka
saatnya kembali memulai dari awal.
Komunikasi ini sangat-sangat penting. Karena komunikasi
yang buruk sangat menghancurkan. Kamu harus terbiasa menyampaikan apa yang kamu
inginkan, apa yang kamu rasakan, apa yang mengganjal, apa yang tidak kamu
senangi. Tapi gunakanlah perkataan yang baik yang tidak menyinggung dan
menyakiti pasangan. Saling bercerita satu sama lain juga sangat dibutuhkan,
berbagi beban dan berbagi rahasia. Cerita apapun yang sepatutnya dan seharusnya
pasangan ketahui, hal ini juga untuk menghindari kesalahpahaman yang berakibat
fatal di kemudian hari. Masing-masing harus saling terbuka untuk sebuah
hubungan yang baik dan harmonis.
Selain itu juga, ada hal-hal yang harus dibicakan
terkait prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang harus ada didalam pernikahan dan
ini harus disetujui bersama. Selan itu hal-hal yang menyangkut kebutuhan pokok,
finansial, asuransi kesehatan, tabungan pendidikan anak, tempat tinggal setelah
menikah, parenting dll.
Sederhananya untuk hal mau punya anak berapa, kalau
tidak memiliki anak bagaimana, , bagaimana peran dalam pengasuhan dan mendidik
anak, boleh tidak istri bekerja, pembagian pekerjaan rumah tangga, segala hal
harus di komunikasikan dan dibicarakan dengan baik bersama pasangan.
Oh ya, jangan lupakan untuk saling bertukar kabar. Sederhana
tapi sangat penting.
Menikah itu perlu pasangannya ya yeoroubun. Laki-laki
berpasangan dengan wanita dan wanita berpasangan dengan laki-laki. Indah bukan?
Tuhan jelas menciptakan dua jenis kelamin manusia untuk bisa saling berpasangan
dan untuk bisa menghadirkan keturunan/penerus. Secara sadar, kita jelas tau
jenis kelamin saja berbeda, cara berpakaian pun berbeda, jelas cara berpikir, dan segala halnya pun
sudah pasti berbeda. Bagaimana perbedaan-perbedaan ini dapat dilakukan
penyesuaian, dapat dibicarakan, dapat di terima.
Dan dalam memilih pasangan, kamu juga harus punya bare minimum
bukan berarti harus pilih-pilih pasangan, tapi setidaknya tolak ukur dalam
memilih pasangan ini akan menghindari kamu dari ekpektasi yang terlalu tinggi terhadap
pasangan mu.
Kamu harus benar-benar mengenal pasangan mu baik secara
fisik, sikap, sifat, pembawaan, karakter, kepintaran, emosional, dll
Semandiri apapun wanita, seorang suami pun ingin
istrinya bergantung padanya, untuk menyelesaikan hal-hal sepele ataupun besar,
terutama di rumah. Misalnya membenarkan kran yang rusak atau kompor yang tidak
mau menyala. Seorang suami ingin dapat diandalkan, ingin berguna dan ingin
istri juga bergantung padanya agar tidak melukai egonya.
Dan untuk seorang istri, semandiri apapun, sepintar
apapun, memiliki pendidikan yang tinggi atau memiliki karir yang bagus tetap
ingin pasangannya memperhatikannya, tetap akan membutuhkan perhatian sang suami
agar ia tetap merasa dicintai.
Oke deh, mungkin itu dulu untuk pembahasan pernikahan ini.. sampai bertemu di tulisan selanjutnya dengan pembahasan lainnya ya yeorobun :)
Selamat hari kemerdekaan, 17 Agustus. Baidewe itu cerita Arara di Karyakarsa penasaran untuk dilanjutkan.
BalasHapusTulisan lu di sini dan di sana, bagus-bagus lho.
Halo bg Broe :) Thank you ya udah baca hehe
Hapus